Minggu, 09 Desember 2012


Cinta ini datang dengan cepat
Hingga tak sadar kau taklukkan aku
Untuk mencintaimu dengan kesempurnaan cinta
Bagiku kau cahaya penerang di kegelapan hidupku
Bagiku kau kekasih di kesendirianku
Yang kelak menjadi pendamping hidupku
Biarkanlah cinta ini mengalir seperti sungai
Kadang ada jeram dan pusaran
Namun akan lebih indah jika mengalir tenang menyejukkan

Membersihkan Jiwa


“Sungguh beruntunglah orang yang senantiasa membersihkan jiwanya dan sungguh merugilah orang yang senantiasa mengotori jiwanya” (Qs. Asy-syams (10)  ayat 9)).

Kebahagiaan dan kedamaian insan bergantung pada kebersihan jiwanya. Karna, kecenderungan- kecenderungan fitrawi manusia tersembunyi di dalam diri dan jiwanya yaitu berupa sebuah potensi. Dan dengan jalan membersihkannya dari berbagai noda dan dosa maka, akan tersingkaplah hal tersebut dan akan selalu aktif dan menjadi sumber terpancarnya segala kebajikan.
Dengan ibarat lain, bahwa jiwa manusia -dengan segala karakteristik fitrawinya yang Allah SWT anugerahkan kepada manusia- adalah seperti mata air yang memancar -yang mana kebersihan dan kesuciannya mampu menghampas segala rintangan yang ada-  dan jernih serta menjadi sumber kehidupan dan wasilah dalam mencapai keutamaan-keutamaan dan kesempurnaan manusia. Dan juga mengantarkan manusia menuju lautan kesempurnaan dan keramat Ilahi serta kebahagiaan yang tak terhingga.
Sebaliknya, menodai dan mengotori mata air (jiwa) yang memancar ini dengan cara melakukan berbagai tindakan dan perbuatan dosa maka, hal ini akan merubah kondisi jiwa sehingga yang muncul tidak lain adalah tindakan dosa, putus asa, sengsara dan derita.
Hakikat ini nampak jelas dalam ayat yang disebutkan di atas; karna ‘zakkaahaa‘ asal kata dari ‘zakawa’ dan ‘zakaau’ yang berarti tumbuh berkembang dan menjadi banyak. Dan juga dimaknai thaharah, bersih jika maknanya dikaitkan dengan jiwa manusia. Mungkin dimaknai seperti ini karna, suci dan bersih dari berbagai kotoran jiwa menjadi penyebab jiwa manusia tumbuh dan berkembang.
Adapun kata ‘dassaahaa’ asal katanya dari ‘dassa’ yang bermakna menyembunyikan dan memasukkan sesuatu dengan maksud menyembunyikannya, sebagaimana yang disebutkan Alquran ketika berbicara tentang penguburan hidup-hidup bayi wanita oleh kaum Arab jahiliyah:
Qs. An Nahl ayat 59: “am yadussuhu fii atturaab” yakni “atau menyembunyikannya (bayi) di dalam tanah”
Jadi, tadzkiyah mempunyai makna bersih, suci dan tumbuh berkembang, dan tadassaa berarti noda , kotoran, menyembunyikan dan dosa.
Dari aspek lain, kata ‘falaah’ mempunyai makna mencapai sesuatu yang baik dan kebahagiaan. Sebaliknya, kata ‘khaibah’ berarti tidak sampai dan tidak mencapai sesuatu yang baik, putus asa, dan maksiat.

Faktor-faktor pembersih jiwa
Setelah makna tadzkiyah nafs  menjadi jelas- sampailah pada pembahasan faktor-faktor pembersih jiwa. Dan banyak faktor-faktor yang bisa mempercepat proses dalam membersihkan jiwa dan tadzkiyah nafs. Misalnya ibadah-ibadah, amal saleh, sedekah, dan lain sebagainya; ini semua bisa menjadi lahan dalam penyucian jiwa insan.
Di sini akan dijelaskan dan diperkenalkan -dengan menggunakan ayat-ayat Alquran- dua faktor penting dalam penyucian jiwa:

1. adanya tanggapan positif terhadap anugerah Ilahi yaitu sifat fitrawi.
Allah SWT berfirman:
Qs. As-Syams ayat 7-9:  “dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya) , maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu”
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Allah SWT menciptakan jiwa manusia dan menganugerahinya dengan sifat fitrawi, yang dengan sifat ini manusia mampu membedakan antara yang suci dengan yang tidak suci, dan manusia mampu memahami betapa tinggi dan indah nilai taqwa dan betapa rendah dan hina dosa dan kejahatan.
Dari kaitan dan hubungan ayat-ayat ini, maka dapat diambil konklusi bahwa sifat fitrawi yang ada dalam jiwa dan diri manusia ibaratnya seorang nabi batin (pembimbing ruhani). Dan adanya tanggapan positif terhadap hal itu bisa menjadi factor-faktor penyuci jiwa. Karna, selama konsep (tasawwur) ‘buruk’ dan ‘taqwa’ tidak ada, maka mustahil bisa membuktikan (tashdiq) sesuatu itu bagus atau jelek dan juga manusia tidak akan bisa menemukan cara dalam memilih dan memilah jalan yang terbaik.
Hal ini hanya bisa terwujud jika peluang bergabung antara tasawwur dan tashdiq dengan ilham Ilahi (sifat fitrawi) itu tersedia dan terbuka.
Betapa banyak kata ganti (pronoun/dhamir) nafs yang kembali  ke ‘fujuur’ (buruk) dan juga ke ‘taqwa’ dalam ayat ini: ‘fa alhamahaa fujuurahaa wa taqwaahaa’. Sepertinya inilah catatan yang paling penting yang harus kita perhatikan yaitu selain Allah SWT menganugerahkan kepada manusia kemampuan untuk memisahkan antara taqwa dan tidak taqwa, juga Allah SWT mengilhami manusia berupa kemampuan dalam menilai bahwa betapa indah dan cantiknya ketaqwaan itu dan betapa buruk dan jeleknya perbuatan dosa itu. yaitu selain Allah SWT telah menyempurnakan ilham-Nya pada tahapan tashawwur, Allah SWT juga telah menyempurnakan ilham-Nya pada tahapan tashdiq.

2. adanya tanggapan positif terhadap ajakan para nabi dan utusan Allah SWT.
Allah SWT berfirman Qs.Al Jumuah ayat 2:“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”
Maksud dari pada tadzkiyah adalah menghiasi diri dengan amalan-amalan saleh dan akhlak hasanah (baik), yang mana itu semua adalah buah dari mendengarkan panggilan-panggilan Ilahi melalui Nabi dan utusan Allah SWT serta merta ketaatan kepada-Nya.
Hakikat ini juga telah dijelaskan dalam surat Abasa, dimana datang dan duduk di depan Nabi saw dan mendengarkan nasehat-nasehat beliau adalah lahan yang sangat membantu dalam proses penyucian jiwa. Sebagaimana yang Allah SWT firmankan dalam surat Abasa ayat 3: “wa maa yudriika la’allahu yazzakka” yaitu: “Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa)”.
Demikian juga mengenai pengutusan Nabi Musa as kepada Firaun, adalah dianggap bahwa itu peluang dan jalan bagi Firaun untuk menyucikan jiwa dan dirinya, Qs An Naziaat ayat 17 dan 18: “datang dan temuilah Firaun karna dia telah melampaui batas. Dan katakanlah kepada dia apakah kamu ingin menyucikan jiwa dan diri?

Faktor-faktor Kehancuran Jiwa
Sebagaimana halnya faktor-faktor pembersih jiwa itu bermacam-macam dan mempunyai banyak bentuk, maka faktor-faktor yang bisa menghancurkan jiwa juga bermacam-macam. Diantaranya seluruh perbuatan dosa dan maksiat, tukang catut (mengambil keuntungan yang berlimpah), menentang perintah, menganggap diri paling baik dan sebagainya, ini semua adalah faktor-faktor yang bisa merusak jiwa. Dalam kesempatan ini kami akan memperkenalkan dua faktor terpenting yang menjadi akar dari seluruh factor-faktor yang disebutkan di atas:

1. cinta dunia
Allah SWT berfirman Qs. A’laa ayat 14 sampai 16:“sungguh beruntunglah orang yang senantiasa membersihkan jiwanya dan senantiasa menyebut nama Tuhan serta mendirikan salat. Akan tetapi (kalian) lebih memilih kehidupan dunia”.
Dari ayat ini dapat digunakan bahwa sebagaimana halnya tadzkiyah bisa menjadi penyebab kebahagiaan dan kemenangan, maka cinta dunia juga bisa menjadi penyebab jiwa hancur dan kotor oleh dosa dan kelalaian dari mengingat Allah SWT. Di satu sisi, hakikat ini merupakan bentuk kebalikan antara tadzkiyah dan mengingat Allah SWT dengan memilih kehidupan dunia. Dan dari sisi lain, merupakan kebalikan dari kehidupan dunia dengan akherat. Sebagaimana yang diisyaratkan ayat berikut Qs Al A’laa ayat 17: “dan kehidupan akherat itu lebih baik dan lebih abadi dan kekal”
      Karena itu, jelaslah bahwa orang yang terkungkung dan terkurung dalam cinta dunia maka, dia akan lupa dari mengingat Allah dan dari segala bentuk kebaikan dan kebajikan yang pada akhirnya akan menghasilkan buah yaitu berupa kelalaian dalam melaksanakan shalat dan dzikir serta lalai terhadap adanya hari akhirat.

2. tamak dan rakus (syuhha nafs)
Allah SWT menyebut-nyebut kaum Anshar -yang telah membantu dan berkorban untuk kaum Muhajirin- sebagai orang-orang yang beruntung. Allah SWT berfirman Qs. Al Hasyr ayat 9: ”Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung”
Syuhha nafs mempunyai makna bakhil yang disertai dengan rakus atau loba, serakah apabila dalam bentuk biasa. Nah, dengan penjelasan ini, maka dapat diambil sebuah konklusi bahwa apabila nafs jauh dan terjaga dari perbuatan syuhha nafs maka, akan menyebabkan nafs itu tentram dan beruntung serta suci (sebagaimana yang dijelaskan ayat diatas), maka syuhha nafs dan loba, serakah, rakus akan menjadi factor dan media yang akan merusak dan mengotori jiwa. Dan menjauhi sikap rakus, serakah dan loba merupakan salah satu ciri orang-orang saleh dan suci. Sebaliknya syuhha nafs adalah ciri orang-orang yang kotor jiwa dan hatinya.

3. tadzkiyah yang negatif
Di dalam Alquran, orang-orang mukmin menjauhi sebuah model dan format tadzkiyah. Bentuk dan model tadzkiyah tersebut -kami menyebutnya sebagai format tadzkiyah negatif- pada dasarnya mempunyai makna yaitu menganggap diri suci, mulia serta terpuji.
Sebagian orang yang mempunyai perangai buruk dan amoral, selain menghindar dari melakukan tadzkiyah nafs secara hakiki, mereka sibuk memuji dan memuja diri sendiri dengan penuh ke-ujub-an dan takabbur serta menganggap bahwa dirinya telah tersucikan dan dirinya telah memiliki kesucian ruhani. Sebagaimana sebagian dari mereka menganggap bahwa dirinya itu bagian dari keluarga Tuhan. Mereka berkata, Qs. Al Maidah ayat 18 “kami adalah anak-anak Tuhan dan kami adalah kekasih-kekasih- Nya”
Dan atau mereka menganggap bahwa dirinya tidak akan pernah disentuh oleh api neraka: mereka mengatakan Qs. Al Baqarah ayat 80 “Api neraka tidak akan pernah menyentuh kami kecuali hanya beberapa hari saja”
Allah SWT sangat menyalahkan dan mengutuk model tadzkiyah seperti ini, sebagaimana yang difirmankan- Nya Qs. An Najm ayat 32 “janganlah sekali-kali engkau memuji-muji dan menganggap suci dirimu sendiri”
Qs. An Nisa ayat 49 ”Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih? Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki- Nya dan mereka tidak dianiaya sedikit pun”
Tentunya sangat jelas bahwa penyucian diri seseorang adalah bersumber dari Allah SWT yang dilandasi oleh hikmah Ilahi dan dengan takaran bahwa orang tersebut layak memperolehnya. Oleh karna itu, di akhir ayat disebutkan bahwa tidak satu orang pun akan terzalimi.

 Husnul khitam
Orang-orang yang memiliki hati dan jiwa suci dalam keimanan kepada Allah SWT akan selalu sukses dalam melaksanakan beban taklif yang Allah perintahkan kepada mereka  dan balasan mereka tidak lain adalah Surga yang abadi. Sebagaimana Allah SWT berfirman: Qs. Thaha ayat 76: “(yaitu) surga `Adn yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Dan itu adalah balasan bagi orang yang bersih (dari kekafiran dan kemaksiatan)”
(Sultan Noer, Alumni Pesantren Al Qur’an Babussalam Bandung. Sekarang sedang menempuh studi di Iran)

8 kebohongan seorang ibu


Dear All,

good day........

berikut merupakan file lama yang mungkin masih relevan untuk direnungkan. ...

nice article...


Delapan Kebohongan Seorang Ibu Dalam Hidupnya

Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita percaya bahwa kebohongan akan
membuat manusia terpuruk dalam penderitaan yang mendalam, tetapi kisah
ini justru sebaliknya. Dengan adanya kebohongan ini, makna
sesungguhnya dari kebohongan ini justru dapat membuka mata kita dan
terbebas dari penderitaan, ibarat sebuah energi yang mampu mendorong
mekarnya sekuntum bunga yang paling indah di dunia.

Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang
anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan
saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi
nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata :
"Makanlah nak, aku tidak lapar" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA

Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan
waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekiat rumah, ibu
berharap dari ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan
bergizi untuk petumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan
yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu,
ibu duduk disamping gw dan memakan sisa daging ikan yang masih
menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku
makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu
menggunakan sumpitku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan
cepat menolaknya, ia berkata : "Makanlah nak, aku tidak suka makan
ikan" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA

Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abang dan
kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api
untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang
untuk menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun
dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan
dengan gigihnya melanjutkan pekerjaanny menempel kotak korek api. Aku
berkata :"Ibu, tidurlah, udah malam, besok pagi ibu masih harus
kerja." Ibu tersenyum dan berkata :"Cepatlah tidur nak, aku tidak
capek" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA

Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku
pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari,
ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama
beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah
selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah
disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental
tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental.
Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk
ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata :"Minumlah nak, aku tidak
haus!" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap
sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu,
dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita
pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat
kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati
yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar
maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat
kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk
menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan
nasehat mereka, ibu berkata : "Saya tidak butuh cinta"
----------KEBOHONGA N IBU YANG KELIMA

Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan
bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak
mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit
sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku dan abangku yang
bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu
memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang
tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata : "Saya
punya duit" ----------KEBOHONGA N IBU YANG KEENAM

Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian
memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika
berkat sebuah beasiswa di sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja
di perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud
membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik
hati, bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku "Aku
tidak terbiasa" ----------KEBOHONGA N IBU YANG KETUJUH

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker
lambung, harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di
seberang samudra atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk
ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya
setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku
dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya
terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas
betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat
lemah dan kurus kering. Aku sambil menatap ibuku sambil berlinang air
mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti
ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata : "Jangan menangis anakku,Aku
tidak kesakitan" ----------KEBOHONGA N IBU YANG KEDELAPAN.

Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta
menutup matanya untuk yang terakhir kalinya.

Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa
tersentuh dan ingin sekali mengucapkan : " Terima kasih ibu ! "
Coba dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon
ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita
untuk berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktivitas kita
yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk
meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah
dan ibu yang ada di rumah.
Jika dibandingkan dengan pacar kita, kita pasti lebih peduli dengan
pacar kita. Buktinya, kita selalu cemas akan kabar pacar kita, cemas
apakah dia sudah makan atau belum, cemas apakah dia bahagia bila di
samping kita.
Namun, apakah kita semua pernah mencemaskan kabar dari ortu kita?
Cemas apakah ortu kita sudah makan atau belum? Cemas apakah ortu kita
sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita
renungkan kembali lagi..
Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi ortu
kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata "MENYESAL" di
kemudian hari.